Sinopsis cerita
Berawal dari persahabatan kemudian saling mencintai. Dilema terjadi pergulatan persetujuan orang tua dan status tingkat strata sosial menjadi dinding penghalang. Terlebih Sang gadis telah dijodohkan dengan orang lain oleh orang tuanya. Bernuansa gendre cerita tahun 40an. Cerita selanjutnya dapat dibaca sendiri bagaimana kisah sahabat menjadi cinta. Bentuk cinta yang sebenarnya. Tetap mencintai bagaimanapun akhirnya. Cinta tentang rasa persahabatan, persaudaraan dan rasa cinta dua insan manusia.
Bujang Biola dan Gadis Rindai
Burung - burung kecil bertebaran diatas langit. Tampak elok setiap mata memandang. Mengepakkan sayap seolah menyampaikan pesan damai dan cinta dari Alam. Sautan suaranya menenangkan hati siapapun yang mendengar. Saling bersautan menyampaikan pesan cinta. Membawa pesan - pesan tersendiri dari setiap daerah yang mereka datangi. Seperti salah satunya pesan cinta sepasang kekasih “bujang biola dan gadis rindai“
Bujang biola, bujang dalam bahasa daerah Palembang, Sumatera Selatan yang ditujukan kepada anak lelaki yang belum menikah. Makna kata gadis dalam bahasa daerah Palembang, Sumatera Selatan sebutan untuk anak perempuan yang belum menikah.
Kisah ini berawal dari cerita masyarakat sekitar dulu tentang kemisteriusan suara yang berasal dari gedung tua. Sering sekali setiap senja ketika hujan turun, terdengar sayup - sayup suara seperti ada seseorang yang memainkan biola di sebuah gedung tua. Konon katanya ada anak bujang yang wafat karena tersambar petir ketika memainkan biola disana. Maka disebutlah bujang biola. Didukung pula di dekat gedung tersebut, adanya 2 kuburan yang dipercayai oleh masyarakat sekitar salah satunya kuburan bujang biola dan salah satunya kuburan seorang anak kecil. ini dikatakan sebagai bukti otentik kebenaran cerita ini.
Cerita yang tersebar di desa dekat Mariana. Jika dari pencitraan satelit, termasuk di dalam daerah Sungai Gerong, Plaju, Wilayah Sumatera Selatan. Entah bagaimana cerita ini ada dan timbul begitu saja tentang Bujang Biola.
Ada kisah lain dibalik itu semua yang tidak masyarakat dan seorang pun ketahui tentang bujang biola, kenapa dan mengapa bujang biola sering ke gedung tua itu. Ini berkaitan dengan Rindai gadis pujaan hatinya. Masa-masa yang dilewati bersama Rindai, lika - liku cinta remaja. Semua akan diceritakan kembali melalui tulisan ini. Cerita yang disampaikan oleh burung - burung yang senantiasa mengepakkan sayapnya membawa kabar cinta.
Malam hari dipandangi sinar rembulan, di sebuah gedung tua tempat yang sering bujang biola kunjungi dan dekat dimana bujang biola dimakamkan.
Diatas balkon gedung sedang berdiri seorang gadis. Gadis itu sedang menikmati menatap sinar rembulan dan melihat pemandangan di waktu malam dari atas balkon.
Gadis tersebut menarik nafas panjang dan berbicara sendiri didalam hatinya. Dari matanya yang sendu menyiratkan pesan yang dalam.
“200 tahun telah berlalu, telah banyak yang. berubah... Rumah - rumah penduduk dan gedung ini... Telah berubah 180 derajat, telah banyak mengalami rekapitilasi. Pembaharuan tahun ke tahun terus berlangsung. Rumah - rumah penduduk yang terbuat dari kayu, rumah panggung disekitar ini pun kini tidak ada lagi. Tapi lihat kenangan kita tetap ada disini. Dan Orang-orang tetap mengenang mu Ganjar, bujang biola“ Gumam gadis tersebut dari atas balkon.
Gadis tersebut berdiri sambil memandangi pemandangan dari atas balkon.
Dari kejauhan Ganjar melihat gadis itu dari belakang, seorang gadis yang sedang berdiri berada diatas balkon gedung. Ganjar mendekatinya. Gadis yang cantik, manis, berambut panjang, hitam lebat terurai. Ganjar dengan cepat bisa mengenalinya.
Ganjar mengetahui dengan pasti siapa gadis tersebut, Ganjar menyapa gadis tersebut. “hai apa kabar mu? Ada apa kau kesini.. Rindai..“. Kata Ganjar dengan penuh takjup. Senyum gadis tersebut mempesona mata yang memandang. Pipi yang merona dihiasi terang - benderangnya sinar rembulan.
Gadis itu bernama Rindai yang sedang berdiri asik menikmati memandangi rembulan dan pemandangan dari atas balkon.
Rindai mendengar ada yang menyapanya, Rindai menengok kebelakang,sedikit terusik keasyikannya menikmati sinar rembulan. Melihat siapa yang memanggilnya gadis tersebut merasa sangat mengenalnya, gadis tersebut menyahuti sapaan Ganjar.
“kau rupanya... aku kesini hanya ingin menengok mu saja.. Apa kau tidak senang aku melihat mu ke sini???. Ya sudah.. Kalau begitu aku pamit, aku akan pergi“. Rindai pura - pura merajuk kepada Ganjar, seseorang yang sebenarnya sedari tadi dia tunggu sambil menikmati memandangi sinar rembulan.
Ganjar menjadi salah tingkah. Dia merasa kata - katanya salah dan menyinggung hati Rindai. Dengan gugup Ganjar berkata “Hmm.. Bukan begitu Rindai, jangan salah paham.... Kau tahu aku senang sekali kau ada disini. Aku hanya bertanya kabar mu saja.. Apa kau ingin berbicara sesuatu padaku. Kumohon.. Tetap lah disini..“ Kata Ganjar dengan perasaan bersalah.
Rindai tersenyum mendengarnya. Rindai sebenarnya mengerti maksud Ganjar. Rindai sangat mengenal Ganjar dan Rindai hanya bercanda kepadanya.
Melihat senyum Rindai, Ganjar mengerti kalau Rindai hanya mempermainkannya, Ganjar juga tak habis akal mencoba membalasnya.
“hmm..kalau begitu aku tau kau datang kesini hanya karena ingin melihat wajah tampan ku kan? dan ingin mendengar permainan biola ku?“ Kata Ganjar sambil tersenyum dan memicingkan salah satu matanya menggoda.
Ganjar siap - siap ingin memainkan biolanya. Rindai dengan cepat buru-buru menahan senar biola Ganjar. Rindai melarang Ganjar memainkannya.
“huft.. Penyakit kambuhan kepedean mu datang lagi... Hust..!“ Rindai Menahan senar biola ganjar. “Kalau ada yang dengar bagaimana? akan bikin heboh Ganjar. Nanti kata orang-orang siapa disini yang bermain biola“. Bisik Rindai pelan berbicara kepada Ganjar dengan menengok kekanan dan kekiri takut ada yang mendengar mereka.
Ganjar berusaha menenangkan Rindai, menjelaskan bahwa di gedung tempat mereka berdiri sepi tidak ada seorang pun, penjaga gedung sudah pulang. Lagian tidak akan ada orang yang bisa melihat dan mendengar mereka. Ganjar bermaksud bermain biola hanya ingin menghibur Rindai saja.
Rindai kembali memastikan apakah yang dikatakan Ganjar benar dan memastikan semuanya aman. Ganjar menganguk pasti “Iya. tidak bakalan ada yang dengar“. Kata Ganjar menerangkan.
Ganjar mengambil biolanya, menaruh dibahunya, memangku biola dengan bahunya dan salah satu pipinya menempel menahan biolanya. Ganjar memulai memainkannya.. Lagu yang disukai rindai. “Bandung Selatan“
Ganjar asik memainkannya. Matanya terpejam hanyut meresapi lagu dan nada-nada yang dihasilkannya melalui gesekkan pada senar biolanya.
Rindai ikut bernyanyi mengikuti alunan nada dari gesekan biola Ganjar. Bait-bait lagu yang didendangkan Rindai:
Bandung Selatan diwaktu malam~ berselubung sutera merah putih..
Laksana putri lenggang kencana duduk menanti~ datang kekasih..
Bandung selatan di waktu malam~
dalam asuhan dewi purnama~
Cantik mungil kesuma melati putri manja ibunda~ pertiwi....
Terdengar suara seruling bambu~
Gitar malam nan merdu merayu~
Di seling tembang suara ibu....~
Tembang pusaka nan syahdu~
Bandung selatan diwaktu malam~
Jauh terdengar suara nyanyian~
Sungguh indah sinarnya rembulan
riwayatnya tidak dilupakan~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
Ganjar hanyut pada permainan biolanya dan mendengar suara indah Rindai menyanyikan lagu. Memainkan lagu ini, lagu kesukaan Rindai. Ganjar menjadi terbayang tenggelam pada masa silam. Hari - harinya dulu bersama Rindai gadis pujaan hatinya.
Ganjar terbayang ketika Rindai menari tari tanggai memakai baju tarian adat Palembang di iringi alunan nada lagu Gending Sriwijaya. Pada acara sekolah. Sungguh cantik Rindai.
Rindai mengejutkan Ganjar yang terlihat terpaku menatapnya “heii.. Kenapa memandangiku seperti itu“. Kata Rindai.
Ganjar menjadi terkejut dan asal bicara untuk menghilangkan malunya karena telah ketahuan menatap Rindai dengan terpana, langsung saja berkata spontan kepada Rindai “tidak.. Tidak.. Kau seperti bukan Rindai.. Kau sangat cantik..“
Pipi Rindai merona mendengarnya, tapi dia tidak mau ketahuan Ganjar dengan cepat Rindai menjawab dengan pura-pura marah. “jadi maksud mu hari - hari biasa aku tidak cantik..??!“
Ganjar membalas ya.. Tampaknya karena baju adat ini..“. Ganjar sambil tersenyum geli melihat Rindai mulai terpancing candaannya. Melihat wajah Rindai langsung berubah kesal. Ganjar memang selalu iseng menggoda Rindai, apalagi melihat mimik muka Rindai kalau sudah mulai cemberut menahan kesal. Rindai tetap cantik walau sedang marah.
Ganjar terbayang lagi bayangan ketika dia berusaha memodifikasi alat musik biola agar Rindai tidak susah lagi memainkannya.
Ganjar menghadiahkannya untuk Rindai di ulang tahunnya. Rindai amat senang sekali menerimanya.
Alat musik biola tersebut untuk mendapatkan nadanya, Rindai hanya bermain menekan tombol-tombol di ujung kepala senar, yang biasa untuk mengatur senarnya dan mencari nada chord. Tombol tombol tersebut yang langsung membantu menciptakan tangga nada, mencari nada do re mi fa so la si do. Tangan Rindai tidak perlu merasakan sakit lagi ketika menahan tali senar. Rindai hanya fokus menggesekan senarnya saja.
Rindai berhenti bernyanyi dan kemudian tersenyum. Rindai sedang memperhatikan Ganjar yang sedang asik bermain dengan biola tuanya. Rindai selalu terpukau setiap kali Ganjar bermain biola untuknya. Termasuk saat ini.
Seperti impian, khayalan seorang putri. Ada seorang pangeran yang datang dengan berkuda putih. Bagi Rindai, Ganjar seorang pangeran tampan yang datang memainkan biola untuknya. Mereka sama sama hanyut dalam kenangan masa lalu. Sekelebat bayangan dan kenangan muncul dalam pikiran mereka.
200 tahun yang lalu. Ditempat yang sama, Awal perkenalan Ganjar dan Rindai. Cerita cinta dimulai.
Rindai adalah anak semata wayang saudagar kaya di kampungnya. Ganjar anak satu-satunya dari seorang janda yang bekerja sebagai buruh di pertambakan udang di dekat kampungnya milik saudagar, bapak. Sutan Ramli, Ayah Rindai.
Ganjar tinggal berdua saja dengan emaknya, ayahnya sudah lama sekali meninggal semenjak Ganjar masih kecil. Kehidupan keadaan yang seperti itu mengajarkan dan membentuknya menjadi pribadi yang kuat. Ganjar anak yang pintar dan ulet. Dia ikut membantu ibunya mencari nafkah sehabis pulang sekolah.
Pertemuan Ganjar dan Rindai berawal dari Ganjar dan Rindai ingin melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Pada tempat perguruan yang sama. Ganjar ingin sekali menjadi sarjana. Memperbaiki kehidupan emak dan dirinya.
Tidak sembarangan orang yang bisa mengecap pendidikan disana. Kebanyakan dari anak bangsawaan, anak - anak orang orang yang berada dan anak - anak orang Belanda, itupun sulit jika tidak memenuhi syarat, melewati berbagai macam ujian.
Ganjar mendapatkan kesempatan dapat mengecap pendidikan disana dari beasiswa dan atas bantuan rekomendasi pamannya yang bekerja pada perusahaan minyak waktu dahulu masih perusahaan naungan Belanda. Melihat kepintaran dan keahlian Ganjar. Ganjar di sekolahkan disana yang kemudian setelah lulusnya akan memberi manfaat pada perusahaan mengaplikasikan kemampuan dan ilmunya.
Ganjar menjadi dekat dengan Rindai di tempat mereka menuntut ilmu bersama. Ternyata kebetulan mereka satu kampung.
Nama Rindai sering terdengar di telinga Ganjar. Siapa yang tidak mengenal Rindai, gadis cantik anak saudagar kaya dikampungnya. Tapi baru disini Ganjar melihat dan mengenal sosok Rindai sebenarnya.
Rindai gadis yang baik, pintar dan tidak memilih - milih teman dari tingkat status sosialnya. Rindai menjunjung tinggi emansipasi, pengagum berat RA. Kartini.
Pada zaman itu. Tidak penting anak perempuan bersekolah tinggi - tinggi apalagi bangsa pribumi. Tidak bagi Rindai. Rindai anak yang suka sekali belajar. Rindai mempunyai cita - cita ingin menjadi sarjana dan membuat usaha perindustrian sendiri tidak dibayang - bayangi oleh ayahnya, apalagi Belanda. Serta ingin membantu meningkatkan taraf hidup warga desa dikampungnya dengan usahanya.
Ganjar dan Rindai sering belajar bersama, berdiskusi sesuatu bersama. Beradu argument hal biasa terjadi pada mereka, tapi mereka teman yang saling mendukung dan saling mengerti. Ada saja bahan bahasan oleh mereka berdua yang tidak pernah habis.
Ganjar mempunyai hobby bermain biola disela - sela renggang kesibukannya belajar. Jika telah jam istirahat Ganjar pergi ke ruang musik atau Ganjar berada di atas balkon. Balkon gedung yang dibiarkan terbuka tak beratap. Ganjar selalu kesana bermain dengan biola tuanya kenangan satu - satunya dari almarhum ayahnya.
Rindai selalu mencari Ganjar diatas balkon. Pasti dia sedang bermain dengan biola tuanya disana. Rindai naik ke atas balkon mencari Ganjar, dengan senyum kepastian melihat Ganjar sedang bermain biola dan berujar kepada Ganjar “Betul kan kataku, kau pasti disini. Anak - anak (teman-teman) mencarimu. Kau pasti kesini... Ayoo kita ke bawah“. Ajak rindai. Rindai kemudian melihat muka Ganjar terlihat murung. Rindai menanyakan apa hal yang membuat Ganjar menjadi tampak murung dan bersedih.
Ganjar mengatakan tidak ada apa - apa.. Bahwa dia hanya ingat emak saja dikampung. Memang Jarak tempat pendidikan Ganjar hanya berjarak 150 km dari kampungnya, tapi setiap siswa tinggal di mess keputraan dan keputrian, hari - hari yang ditetapkan dan libur saja bisa pulang.
Rindai mencoba berkata yang menenangkan hati Ganjar agar jangan bersedih. Rindai mengatakan Ganjar tidak perlu risau karena tidak lama lagi akan ada libur sekolah akhir tahun dan itu cukup lama 2 minggu. Ganjar akan bisa pulang bertemu emak.
Rindai mencoba menghibur Ganjar seperti apa yang sering Ganjar lakukan untuknya. “Sini berikan biola mu padaku. Aku akan menghibur mu“. Kata Rindai sambil mengambil biola dari Ganjar, Ganjar hanya diam terpaku.
Rindai memopang biola dibahunya kemudian mencoba menggesek senar biola.
Seng..seng...
Berbunyi nyaring melengking.
knok..knok...
Bunyinya tidak beraturan..
Ganjar menutup telinganya.
Rindai menyadari kebodohannya. Rindai merasa malu. Ia mengembalikan biola kepada Ganjar.
Rindai mengatakan kepada Ganjar bahwa dia tak bisa memainkannya. Ternyata sulit bermain biola.
Ganjar tertawa melihat tingkah Rindai dan milihat mimik muka Rindai merona. Rindai salah tingkah karena merasa malu. Ganjar menjelaskan bahwa itu tidak sesulit pikiran Rindai jika Rindai mengetahui caranya. Ganjar mengambil alih biolanya. Kemudian melanjutkan kata - katanya bahwa dia dulu hanya belajar otodidak tidak ada guru yang mengajarinya bermain biola. Biola inilah yang menjadi teman ku dikala sedih dan ketika ingat almarhum ayahnya.
Rindai menanyakan dengan penuh penasaran bagaimana caranya Ganjar ?
Ganjar mengatakan bahwa Rindai cukup mengenali memahami setiap nada. Nada tinggi dan rendah. Ganjar mencontohkan memainkan biolanya.
Kamu hanya berkonsentrasi membuat nada - nada mu sendiri. Meresapinya. Kemudian Ganjar menunjukkannya kepada Rindai caranya bermain biola. Setelah itu Ganjar menawarkan Rindai apa mau untuk mencobanya lagi. Dengan cepat Rindai berkata “baiklah boleh kucoba lagi..“
Rindai mencoba lagi. Seng.. Seng... seng...~ Suara terdengar jelas dari biola, alunan nada yang dihasilkan terdengar tidak seburuk yang pertama Rindai lakukan tadi. Rindai mencoba mencari nada - nada melalui instingnya, mengikuti aturan cord tangga nada, mencoba menciptakan resonansi suara dari biola. Suara alunan nada yang lebih indah dari sebelumnya. Tiba - tiba ketika ingin nada tinggi, Rindai menekan dan menggesek senar biola terlalu kuat. Senar biola menjadi terputus. Rindai terkejut. Rindai merasa bersalah, dan takut Ganjar marah padanya. Karena telah merusak biola kesayangan Ganjar.
Dengan gugup Rindai berkata “Ganjar.. Maavkan.. aku.. sungguh tidak sengaja...“
Ganjar dengan tenang berkata tidak apa - apa Rindai... Ini bisa diperbaiki, aku bisa memperbaikinya...memang biola ini sudah tua. Sudah lama tali senarnya tidak diganti. Lagian aku sedang mengajarimu. Aku sedang menjadi guru mu. Salah ku tadi tidak fokus pada permainan biolamu. Aku membiarkanmu dengan maksud agar kamu menemukan sendiri caranya. Seperti tadi jika maksud ingin mengambil nada tinggi dengan cara menekan dan menggesek senarnya terlalu kuat, bukan nada yang didapat, tapi senarnya menjadi putus. Kamu hanya cukup mencari nadanya saja. Tetap menggesekkan senarnya dengan pelan. Seperti biasa.
Semua ada penempatannya. Sama halnya ketegasan dengan cara kekerasan, dengan nada tinggi dengan maksud ketegasan tidak menyelesaikan masalah. Jika masih bisa. Sampaikan saja dengan sewajarnya penuh kelembutan, pasti akan lebih dimengerti. Ini hanya senar. Jika ini hati. Maka akan sakit dan hancur berkeping keping. Bahasa penyampaian Ganjar yang mengumpamakan bahwa biola itu adalah hati, Ganjar mencoba menjelaskan agar Rindai memahami.
Rindai tetap merasa bersalah dan berkata “iya... Tapi Aku tidak mau bermain biola lagi, aku takut merusaknya kembali. Bukankah itu biola kesayanganmu. Aku sudah cukup senang jika melihat mu memainkannya“.
Ganjar berusaha menyemangati Rindai kembali berkata kepadanya “Rindai tidak..tidak Rindai.. jangan patah semangat begitu, engkau bahkan belum memulai, baru mencobanya. Semua berawal dari nada do maka akan berakhir di nada do. Aku akan memperbaikinya. Dan kau bisa memainkannya lagi“. Ganjar menyemangati Rindai untuk mencoba lagi.
Hubungan Rindai dan Ganjar semakin dekat, tidak hanya sebagai sahabat dan teman dekat. Hari ke hari ada perhatian dan rasa yang lain dari mereka berdua. Tapi mereka saling menutupi perasaan satu sama lain.
Ganjar memang telah jatuh hati pada Rindai. Tapi Ganjar tidak ingin konsentrasi tujuannya menuntut ilmu menjadi terganggu dengan urusan masalah cinta, semua demi emak dan impian - impiannya. Ganjar berfikir apalagi Rindai dan dia berbeda jauh strata sosialnya. Ganjar tahu diri soal itu. Telah lama mereka bersahabat, ayah Rindai pun baik pada Ganjar telah menganggapnya anak sendiri. Ganjar tidak ingin semuanya berubah.
Sedang Rindai tidak ingin mengatakannya bahwa Rindai menyukai dan mencintai Ganjar karena Rindai adalah perempuan. Selayaknya perempuan hanya diam jika menyukai seseorang. Dan lagi mereka berdua sedang sama - sama sedang menuntut ilmu. Mereka berdua sadar hal yang terpenting menuntut ilmu. Mereka sudah cukup merasa bahagia, tertawa bersama, saling memperhatikan dan saling mendukung. Mereka tidak ingin semua ini rusak dan berakhir.
Jika sedang sedih dan gusar Ganjar dapat berbicara apapun kepada Rindai seperti kepada adiknya. Rindai pun bisa berbicara apapun kepada Ganjar layaknya saudara laki - lakinya. Kadang mereka bertengkar seperti musuh kemudian berbaikkan kembali layaknya sahabat karib. Permusuhan diantara mereka tak akan pernah berlangsung lama terkadang besoknya mereka lupa kemarin bertengkar apa.
Masa kelulusan telah tiba. Rindai dikabarkan oleh ayahnya. Setelah kelulusan ini dia akan menikah, dia telah dijodohkan dengan anak teman ayahnya di Jayakarta yang dahulu namanya Batavia. Anak teman ayahnya tersebut mempunyai usaha ukiran dan peralatan isi rumah tangga di kota Jayakarta. Seorang anak saudagar pemilik kebun kayu jati di kampungnya.
Rindai sedih sekali. Dia akan jauh dari Ganjar. Dia tidak akan bertemu Ganjar lagi.
Rindai sudah tidak tahan lagi, rasa yang berkecamuk di dalam hatinya. Rindai sedih dan bingung. Dia berfikir harus berbicara secepatnya kepada Ganjar. Rindai mencari - cari Ganjar, diruang kelas, library, Ganjar tidak ada, dengan teman - teman pun tidak ada. Rindai pergi ke atas balkon. Ditemuinya Ganjar disana. Terjadilah perbincangan mereka berdua diatas balkon.
Mereka sedang duduk berdua di atas balkon. Rindai menunggu Ganjar menyelesaikan permainan biolanya. Ganjar bertanya-tanya kenapa muka Rindai datang terlihat murung tidak seperti biasa, tetapi Ganjar masih diam dan tersenyum sambil bermain biola. Ketika suasana hening, Ganjar bertanya kenapa Rindai terlihat tidak bersemangat, apakah Rindai sakit.
Rindai menatap Ganjar dan berkata lirih “Ganjar.. Aku telah di jodohkan... Dan ayah tadi berkata....“
Ganjar terkejut dan sedih mendengarnya “Apa......??“kemudian Ganjar meralat kata-katanya
“Hmm.. Itu bagus kan... Ganjar berusaha menutupi kesedihannya walau terlihat sekali dari mimik mukanya. Dan berucap kepada Rindai meyakinkan, pasti orang tua mu telah mempertimbangkan masak-masak, dan memilih yang terbaik buatmu. Ganjar memberi selamat kepada Rindai. Sambil tersenyum mencoba menghibur dirinya sendiri Ganjar berkata "Kamu akan menempuh hidup baru. Sebagai sahabat mu,apa yang bisa ku bantu, Rindai..?“
Rindai sedih mendengarnya, dengan tegas Rindai berkata kepada Ganjar. “cukup Ganjar!. Jangan membohongi dirimu sendiri. Apa kamu akan terus- terusan begini.... Aku tahu kamu Ganjar. Aku akan dinikahkan dengan orang yang tidak aku kenal dan yang tidak aku cintai... Aku tidak tau watak seperti apa orang tersebut... Wajahnya pun aku tidak ketahui. Aku tidak mengenalnya. Apa menurutmu itu benar. Apakah ini benar?!. Sedang disini aku berharap itu kamu dan mempunyai keberanian untuk itu... Datang lah kepada ayahku“.
Ganjar terdiam mendengar kata-kata Rindai, dia tidak menyangka Rindai berani mengatakannya dengan tegas dan mengetahui isi hati Ganjar. “baiklah.. Rindai.. aku akan datang kepada ayahmu atas niat baik ku. Walau aku sudah tau jawabannya... Ini bentuk ikhtiar ku. Sampai kapan pun kita tetap berteman dan bersahabat baik. Aku akan tetap menyayangimu“. Kata Ganjar.
Ganjar menemui ayah Rindai.. Sebagaimana prasangka Ganjar. Ganjar ditolak. Ayah Rindai tau bahwa Ganjar anak yang baik dan ulet. Ayah Rindai sebenarnya kagum padanya. Rindai dan Ganjar adalah sahabat itulah yang dipikiran ayah Rindai. Ayah Rindai tidak menyangka kalau mereka saling menyukai. Ganjar bukan orang lain bagi ayah Rindai. Ayah Rindai kecewa, terkejut mendengarnya. Ayah Rindai bahkan telah menganggap Ganjar sebagai anak lelakinya.
Menurut adat istiadat setempat pernikahan biasa dilakukan dengan perjodohan dan menurut agama keluarga Rindai tidak ada namanya saling menyukai berdekatan sebelum menikah. Walaupun memang Rindai dan Ganjar tidak berpacaran, berdekatan, tidak mengumbar kata bahwa mereka saling menyukai tapi pasti akan dipandang salah. Dan juga akan berurusan dengan gelar keturunan keluarga Rindai, itupun akan menjadi masalah. Belum lagi menurut adat, seorang anak gadis ayahnya yang memilih jodoh yang terbaik buatnya. Menurut agamanya seorang anak gadis perlu akan persetujuan orang tuanya terutama ayahnya. Dan perjodohan telah berlangsung. Ayah Rindai telah menerima pinangan dari anak teman karibnya. Semua sudah berjalan dan dipersiapkan.
Seandainya ayah Rindai tidak terlanjur berjanji pada teman karibnya. Ayah Rindai bisa mempertimbangkan Ganjar menjadi menantunya. Melihat sifat santun dan kebaikan Ganjar. Ayah Rindai mengetahui betul bahwa Ganjar anak yang baik, gigih usahanya dan pintar. Tapi ayah Rindai sudah terlanjur janji dan semua persiapan sedang berjalan. Untuk menambah kedekatan ayah Rindai dan teman karibnya. Diikat menjadi hubungan kekeluargaan oleh anak-anaknya, harapan mereka akan lebih mendekatkan rasa persaudaraan. Anak temannya pun telah dikenal sejak kecil. Ayah Rindai telah menyelidiki dengan pasti soal itu. Tentang tabiat dan sifat calon menantunya.
Ganjar kecewa,sedih tapi lega. Dalam hatinya berkata semoga apa yang dikatakan ayah Rindai benar, dia lelaki yang baik buat Rindai.
Persiapan pernikahan telah berlangsung hari yang ditunggu pun hampir tiba tinggal 2 hari lagi. Keluarga Rindai dan warga desa sedang sibuk mempersiapkan acara penikahan Rindai dan untuk menyambut calon pengantin pria serta keluarganya.
Rindai sedang menangis dikamarnya.
Dia menulis surat kemudian menyuruh seseorang mengantarkannya kepada Ganjar.
Isi surat nya:
Rindai hendak pergi dari rumah, meminta Ganjar mengajaknya pergi sejauh-jauhnya. Dia tidak membenarkan pernikahan ini. Jika Ganjar tidak bisa menolongnya sebagai orang yang dicintainya. Rindai meminta hak sebagai sahabatnya. Besok pagi ketika matahari menjelang, Rindai menunggunya di perbatasan kampung. Jika Ganjar tidak menemuinya besok. Rindai tidak akan mengenal lagi nama Ganjar dihidupnya.
Ganjar membaca surat dari Rindai. Ganjar tidak membenarkan tindakan Rindai. Semua tidak baik. Jalan yang tidak baik. Ganjar tidak ingin menikah tanpa persetujuan orang tua apalagi membawa kabur anak gadis orang. Rindai gadis yang baik dari keluarga yang baik. Lelaki itu lebih baik dari Ganjar karena dia disetujui oleh kedua orang tua Rindai.
Ganjar bingung bagaimana menghadapi sikap keras Rindai. Tapi bagaimanapun besok dia harus tetap menemui Rindai berbicara padanya. Mengajaknya pulang. Semua bisa dibicarakan baik-baik dengan orang tua Rindai. Bagaimanapun keluarga Rindai sudah dianggapnya sebagai keluarganya sendiri. Ganjar tidak ingin keluarga Rindai malu akan sikap Rindai yang pergi dari rumah.
Besok harinya, waktu subuh.. Emak Ganjar merasa sempoyongan, rasa dada emak sesak. Ketika emak hendak mengambil wudu emak terjatuh. Ganjar segera membawa emak ke puskesmas terdekat, di puskesmas emak mendapatkan pertolongan pertama, kemudian karena peralatan di puskesmas tidak lengkap oleh puskesmas emak dirujuk ke rumah sakit.
Rindai telah lama menunggu Ganjar di perbatasan kampung. Ganjar tak jua datang. Orang suruhan ayah Rindai yang sedari tadi mencarinya melihat Rindai, memaksa Rindai pulang.
Rindai kecewa kepada Ganjar. Di dalam hatinya berpendapat bahwa Ganjar pengecut. Rindai kecewa kenapa Ganjar tidak datang dan tidak mengirimkan kabar apapun sedang Rindai sudah menunggunya sedari lama. Ganjar tidak muncul juga. Rindai sangat sedih dan marah pada Ganjar. Rindai menyalahkan Ganjar. Jika pernikahan ini terjadi gara-gara Ganjar. Rindai akan menjalani hidup tidak sesuai dengan keinginannya.
Rindai sedang menangis sesugukan dikamarnya, kamarnya yang telah dihiasi layaknya kamar pengantin, tampak elok dan indah. Tapi peraduan itu telah basah oleh airmata Rindai.
“Inilah yang engkau mau kan Ganjar, baik aku akan menikah“. Aku tidak akan mengenalmu lagi, aku membencimu“ gumam Rindai yang sedang duduk dikamar peraduan pengantin dengan amarah dalam hatinya kepada Ganjar.
Ditempat yang lain Ganjar sedang merisaukan emaknya. Dia juga menyesal tidak sempat bisa mengabarkan Rindai. Ganjar terus menatap emak. Ganjar berharap emak akan segera baik-baik saja. Emak sedang ditangani dokter dengan alat bantu pernafasan masuk ke dalam unit gawat darurat. Denyut nadi emak semakin melemah. Dan.... emak menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan tangan emak dipegang Ganjar. Ganjar menangis sejadi jadinya.
Kata dokter emak kena serangan jantung.. Itu memang rentan terjadi, apalagi yang sudah berusia lanjut.. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi takdir berkata lain. Semua terjadi begitu cepat. Ganjar terpukul sekali. Ganjar kini hidup sebatang kara.
Esoknya pernikahan Rindai berlangsung dan Ganjar mengkebumikan emak disamping abah. Setelah pernikahan Rindai diboyong ke Jayakarta. Dengan Rindai membawa kekecewaan yang mendalam terhadap Ganjar.
Ganjar pulang ke kampungnya seusai mengkebumikan emak. Ganjar mendengar dari orang-orang di kampung bahwa Rindai telah menikah dan dibawah ke kota Jayakarta yang dahulu namanya Batavia. Ganjar hidup sebatang kara, tidak ada emaknya dan Rindai telah pergi. Tetapi Ganjar yakin paling tidak Rindai ada, masih bernafas. Nafas Rindai terdengar di setiap detak jantung Ganjar, Ganjar yakin Rindai akan baik-baik saja.
Ganjar melanjutkan hidupnya dengan keahlian dan kemampuannya, dia membantu warga desa sebisanya, membangun desa. Menciptakan sistem irigasi dan apa saja yang bisa membantu. Ganjar telah bekerja sebagai tenaga ahli di perusahaan besar dahulu naungan Belanda yang telah menyekolahkannya.
Setiap waktu senggang Ganjar selalu menyempatkan diri ke tempat dimana dia dan Rindai selalu bersama. Mengingati masa - masa Ganjar bersama Rindai. Ganjar bermain biola disana. Tempat itu kini telah sepi. Tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar disana.
Ketika Jepang mengambil alih kependudukan voc (Belanda). Tempat itu telah ditutup. Dilarang menjadi tempat menuntut ilmu. Tempat itu menjadi gedung tua yang tiada berpenghuni.
Ganjar sering menghabiskan waktu disana. Sampai peristiwa nahas itu terjadi Ganjar terkena sambaran petir ketika berada disana. Ganjar wafat. Untuk mengenangnya Ganjar di kebumikan didekat gedung tua itu oleh warga kampung.
Setelah 3 tahun Rindai pulang ke kampung halamannya, Rindai telah menjadi ibu yang mempunyai 1 anak lelaki berumur 2 tahun. Keluarga kecil Rindai tampak bahagia. Hidup Rindai lengkap dengan seorang anak yang lucu dan seorang suami yang baik hati lagi penyayang.
Rindai baru mengetahui bahwa Ganjar telah meninggal. Rindai sedih sekali. Apalagi mengetahui bahwa Ganjar sering ke tempat dimana dia dan Ganjar biasa datangi dulu. Dan tentang kematian emak (ibu Ganjar). Bertepatan hari pernikahannya. Rindai merasa menyesal, merasa bersalah pada Ganjar. Karena Rindai telah membenci Ganjar tanpa alasan menyalahkan Ganjar atas sesuatu yang sudah menjadi jalan takdirnya.
Ketika Rindai masih berada di kampung, kampung terkena wabah dbd. Anak Rindai yang masih kecil terkena wabahnya. Anak Rindai tidak tertolong. Rindai sedih sekali. Anak Rindai wafat.
Rindai memutuskan meminta ijin kepada suami dan keluarganya untuk mengkebumikan anaknya disamping sahabat tercintanya Ganjar. Agar kuburan Ganjar tidak terlihat sendiri. Rindai selalu berdoa untuk Ganjar. Semoga Ganjar ditempatkan di surga, digantikan keluarga, sahabat dan orang dicintai yang lebih baik dari waktu semasa hidupnya, tempat yang terbaik untuknya disisi Tuhannya agar Ganjar tidak merasa sedih dan sendiri. Ganjar bagian dari keluarga bagi Rindai. Suami dan keluarga Rindai menyetujui keinginan Rindai.
Rindai kembali ke Jayakarta bersama suaminya. Tidak lama 2 minggu setelah kepulangan Rindai dari kampung halamannya. Rindai mengalami demam tinggi. Dibawa ke rumah sakit. Rindai menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit ditemani suami tercintanya yang baik hati. Jasad Rindai di kebumikan di makam keluarga suaminya di Jayakarta.
Masyarakat yang tinggal di dekat gedung tempat kematian Ganjar, setelah kematian Ganjar sering mendengar suara seseorang bermain biola ketika hujan turun. Mereka merasa ketakutan dan berpindah mencari hunian yang jauh dari sana.
Padahal itu hanya gesekan paku dan seng-seng yang sedikit terlepas. Yang menaungi rumah. Ketika hujan. Karena hembusan angin, seng-seng yang terlepas itu bergoyang-goyang, saling bergesekan, dan terkena jatuhan air hujan. Menciptakan musik tersendiri.
Suara yang terbawa oleh hembusan angin membiaskan suara yang indah. Seperti suara seseorang sedang menggesekan, memainkan alat musik biola.
Created am fitri.
.
Benarkah cerita inin karena saya tinggal dsini dan srting berkunjungbke makam beliau
BalasHapus